Senin, 04 Januari 2010

BOP berkeadilankah?


By: fadlan hilmie al-batawie

Program terbaru yang dicanangkan rektorat Universitas Indonesia adalah BOP berkeadilan, sesuai dengan namanya program ini adalah upaya rektorat untuk mengatasi maslah keuangan khususnya dalam hal uang pangkal mahasiswa baru (maba). Paradigma yang terlihat dari sistem ini adalah tidak ada lagi mahasiswa yang tidak bisa kuliah karena masalah keuangan, Tapi pada kenyataannya tidak demikian. Ketika berhadapan dengan dekanat terjadi beberapa benturan (saat proses entri data). Fakultas khawatir uang pakal yang akan masuk ke dekanat tidak sebanyak tahun lalu. Maka oleh karena itu sampai kemarin, tidak ada pengurangan uang pakal dari dekanat, yang ada hanyalah cicilan, bisa dicicil 6kali(versi rektorat) tapi sampai ke mahasiswa (dari dekanat) maksimal 3kali. Yang paling bermasalah adalah dari UI ke Fakultas, dan UI menggunakan kata-kata sakti ”terserah fakultas”, sehingga fakulitas bisa seenaknya dengan kebijakan itu. Sebetulnya ada hal-hal jangka pendek yang menjadi tugas dari kesma (kesejahteraan Mahasiswa UI)-red, misalnya contoh kasus, maba yang bisa bayar 100rb adalah yang bener-bener bermasalah, tapi uang pangkal Cuma 5jt. Redaksi yang menyatakan beasiswa seribu anak bangsa adalah penipuan besar-besaran. Karena benar-benar tidak ada pemotongan uang pangkal, padahal asumsi nya adalah pembebasan uang pangkal. Sejauh ini yang paling bermasalah adalah FIB. Karena dekanat baru yang orang-orangnya benar-benar baru, tidak mau mendengar mahasiswa dan orang-orang lama yang memang berpengalaman. Kita jadi berfikir bahwa dekanat hanya mementingkan uang pangkal yang masuk ke dekanat, padahal uang kemahasiswaan itu adalah hak mahasiswa. Hasil diskusi dikhianati oleh dekanat. Saya berharap kita semua disini bisa melihat layakkah BOP ini diberlakukan? Bahkan, jika kita mau bongkar matrix, matrix kita cacat karena data tidak bisa berbicara.

Secara kronologis dan Sebab Akibat, perubahan status UI dari perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN)dan kemudian menjadi Badan Hukum Pendidikan (BHP) merupakan proses dari liberalisasi pendidikan, kenapa saya katakan demikian karena seiring perubahan status tersebut berkurang juga peran pemerintah dalam membiayai operasional kampus kita yang tercinta ini. Pemerintah perlahan mereduksi perannanya dengan mengurangi subsidi pendidikan untuk UI, padahal salah satu tujuan negara kita kita adalah mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tertera di dalam UUD 45 dan UUD pendidikan nasional yang menganggarkan 20% dari APBN untuk biaya pendidikan. Sejalan dengan itu visi UI untuk menjadi World Class University menuntut kepada pembiayaan yang besar baik untuk biaya operasional maupun untuk melengkapi sarana dan prasarananya maka pemerintahpun memberikan lampu hijau kepada pihak universitas untuk mencari sumber dananya secara mandiri. Salah satunya dengan menyewakan lahan kampus kita kepada masyarakat. Sangat mengkhawatirkan jika lahan di UI yang luas ini disewakan kepada perusahaan-perusahaan yang tak sejalan dengan lingkungan pendidikan. sangat disayangkan jika nanti lahan UI disewakan untuk pusat perbelanjaan atau mungkin tempat hiburan. Hal tersebut pasti akan mengganggu suasana belajar kita. selain itu dana dari mahasiswa bisa dijadikan alternatif sumber pemasukan. alhasil sekarang bayaran naik dari 1.250.000 menjadi 1.350.000. satu lagi solusi rektorat adalah dengan membuat program anyar s1 non-reguler dan Ui collage. Dimana dari kedua program ini Ui mendapatkan biaya yang besar dari mahasiswa. Jadi bersiaplah untuk privatisasi UI kawan.

Kembali lagi kepokok permasalahan, di UI Khususnya di FIB, penanganan BOP ini bermasalah. Contoh kasus pendapatan orang tua 16 juta, tapi ac nya 2 juta, Tapi itu juga awal dari banyaknya kasus yang ada, Pihak Rektorat pun berkelit, ini dilakukan untuk menutupi biaya operasional yang semakin meningkat. Padahal seharusnya biaya operasional bisa ditekan dari subsidi pemerintah, seperti BOP asal, seperti yang sudah saya ugkapkan diatas. selain itu birokrasi yang berbelit-belit membuat banyak calon MABA kesulitan. Sebagai contoh di FIB calon Maba yang meminta advokasi mesti menyertakan surat keteranagn RT/RW, slip gaji dan sebagainya, bahkan yang lebih parah lagi ketika proses wawancara berlangsung. Terlihat betul kekurang profesionalan dekanat, wawancara yang semestinya berlangsung sampai pukul 20.00 wib ternyata molor samapai jam 02.00 wib. Karena kekurangsiapan dekanat. Jadi sistem BOP berkeadilan belum menunjukkan hasil yang signifikan. Kenyataannya masih banyak orang tua calon maba yang berpenghasilan 1.000.000 perbulan mesti membayar dengan jumlah yang sama dengan orang tua calon maba yang berpenghasilan 16.000.000 perbulan, dimana letak keadilannya.

Pada akhirnya kita harus menggagalkan proyek pembentukan BHP ini karena proyek bhp sama dengan mem-privatisasi kampus rakyat ini dan jika proyek BHP ini bener-benar terwujud maka tak ada bedanya kuliah di UI dengan Universitas swasta yang mahal dan hanya terjangkau oleh langan tertentu.

Pliss di edit dulu ya mas...masih banyak yang keliru........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar