Senin, 04 Januari 2010

fakta dibalik perang irak 3

Disampaikan pada Forum Diskusi Arabia kamis 3 desember 2009

fakta dibalik perang irak

Invasi Amerika Serikat ke Irak beberapa waktu yang lalu memang telah dinyatakan berakhir oleh pemerintah Amerika serikat dengan kemenangan ditangan mereka. Akan tetapi perjuangan rakyat Irak belum usai, perlawanan masih terjadi dimana-mana. Rakyat Irak terus berjuang untuk mengusir para penjajah dari tanah mereka, perlawanan ini dilakukan oleh para milisi yang berasal dari faksi-faksi sunni maupun shiah yang sama-sama tidak ingin tanah air dan harga diri mereka dihinakan oleh para penjajah. Setelah enam tahun sejak perang dinyatakan usai oleh Amerika Serikat situasi politik di Irak masih belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Rangkaian aksi kekerasan masih terjadi dimana-mana, bom bunuh diri, penculikan, dan pembunuhan seakan menjadi rutinitas sehari-hari yang tidak asing ditelinga kita. Dan terus menerus menjadi headline surat kabar di Irak dan seluruh dunia. Jumlah tentara Amerika Serikat yang tewaspun semakin bertambah dari tahun ke tahun. Setidaknya sejak invasi dinyatakan usai 6 tahun lalu jumlah pasukan Amerika yang tewas di Irak sudah mencapai angka 5000 orang dan puluhan ribu lainnya luka-luka serta cacat.Demokratisasi yang dibawa oleh Amerika Serikat seakan hanya menjadi alat pemecah belah rakyat irak, pemilu yang diadakan belum bisa menghasilkan konsensus yang bisa diterima seluruh rakyat Irak. justru pemilu tersebut hanya membuat kesenjangan dan konflik sektarian semakin meningkat, baik sekte sunni maupun syiah sama-sama belum bisa mencapai kata sepakat dalam hal pemerintahan. Legitimasi pemilu Irak juga masih dipertanyakan karena di selenggarakan dibawah kendali tentara pejajah Amerika Serikat, tidak ada jaminan bahwa pemilu Irak tidak akan dicampuri oleh tentara pendudukan Amerika Serikat. Konflik sektarian yang terjadi di Irak juga semakin memanas, ledakan bom dan aksi pembunuhan baik yang terjadi di perkampungan sunni maupun shiah semakin membuat situasi di Irak semakin tidak kondusif. Parahnya lagi pemerintahan pendudukan Amerika Serikat mengambil keuntungan dengan memanfaatkan konflik tersebut untuk memperkuat posisi mereka di Irak. politik devide et impera yang mereka laksanakan semakin membuat Irak porak-poranda, warga sunni Irak menuding orang-orang shiah sebagai pendukung tentara penjajahan Amerika Serikat karena tidak mengutuk pendudukan yang dilakukan oleh Amerika Serikat sedangkan warga shiah ditengah trauma penindasan yang mereka alami dibawah rezim saddam husein yang seorang sunni menuding bahwa orang-orang sunni adalah pendukung Saddam Husein dan pendukung teroris al-qaida Irak dibawah pimpinan Abu mus’ab az-zarqawi. Situasi politik di Irak pasca kejatuhan Saddam Husein bukan semakin membaik, tapi justru membuat Irak semakin porak-poranda dilanda perang saudara dan aksi kekerasan yang berkepanjangan. Penjajahan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan sekutunya justru tidak akan membebaskan Irak menuju perdamaian dan demokrasi seperti slogan yang mereka kumandangkan pada perang kali ini yaitu operation iraqi freedom ( operasi pembebasan rakyat Irak) tapi justru membuat rakyat Irak semakin terkurung dalam ketakutan dan kegelisahan. Jika Amerika ingin membebaskan dan mendamaikan Irak maka mereka harus menarik pasukannya dari Irak dan membiarkan rakyat Irak menyelesaikan permasalahan mereka tanpa intervensi dan tekanan pihak manapun karena Rakyat Irak lebih tahu arah perubahan yang mereka Inginkan.

Kelemahan PBB Menangani Krisis Irak

Perang AS terhadap Irak, selain menghancurkan perekonomian dan perpolitikan, juga menciptakan perubahan besar dalam struktur sosial negara ini. Kemiskinan dan pengungsian besar-besaran termasuk diantara dampak-dampak negatif perang dan penjajahan terhadap Irak. Baru-baru ini PBB mengeluarkan data-data tentang jumlah pengungsi Irak dan meminta bantuan masyarakat dunia untuk meningkatkan kondisi kehidupan warga negara ini. Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Komisariat Tinggi Bantuan untuk Pengungsi PBB, pada saat ini, dari tiap 8 orang Irak, satu orang meninggalkan rumah tinggalnya dan mengungsi ke tempat lain, baik di dalam negeri atau ke luar negeri.Oleh karena berlanjutnya aksi-aksi kekerasan di Irak, diperkirakan bahwa tiap satu bulan, 50.000 warga Irak kehilangan tempat tinggal. Berdasarkan pengumuman PBB, pengungsian dan perpindahan penduduk terbesar selama 5 dekade terakhir, sedang berlangsung di Irak. Sebelum serangan militer AS ke Irak, rekor ini dipegang oleh warga Palestina, yang diusir secara paksa oleh rezim zionis yang terus menerus menghancurkan rumah warga dan merampas tanah mereka, dan membangun permukiman-permukiman zionis. Akan tetapi, dalam kondisi saat ini, keadaan warga Irak lebih parah daripada warga Palestina, akibat serangan militer, penjajahan dan politik-politik AS dan Inggris.Hanya dalam waktu 4 tahun penjajahan, sudah jutaan warga Irak mengungsi, yang sebagian besar mereka ini mengungsi ke Suriah, Jordan, Mesir dan Lebanon. Data-data yang ada menunjukkan, sejak tahun 2003 hingga kini, sekitar 1 juta warga Irak terpaksa mengungsi ke Suriah; 700.000 warga Irak berada di Jordan; 80.000 di Mesir dan 40.000 di Lebanon. Sementara itu jumlah mereka yang di dalam Irak terpaksa meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka, lalu tinggal di rumah-rumah kerabat mereka, atau di tempat-tempat penampungan, juga mengalami peningkatan.
Selain meningkatnya pengungsian, meluasnya kemiskinan dan penjualan diri, juga merupakan kesulitan besar yang dihadapi oleh para pengungsi dan mereka yang kehilangan tempat tinggal di Irak. Kondisi hidup para pengungsi Irak, di dalam dan di luar, sangat memprihatinkan. Bahkan dikatakan bahwa hampir sepertiga anak-anak Irak yang mengungsi ke Suriah, tidak dapat pergi ke sekolah. Menurut keyakinan sejumlah besar pengamat politik, serangan AS ke Irak dilakukan dengan tujuan-tujuan yang jelas, seperti menguasai sumebr-sumber minyak, pemantapan posisi AS di kawasan ini, dan realisasi program-program Bush untuk Timur Tengah. Akan tetapi saat ini menjadi jelas, bahwa ambisi para pejabat gedung putih tidak ada habisnya. Karena ternyata, diantara strategi para pejabat Washington ialah memaksa para pakar, cendekiawan dan cerdik pandai Irak untuk meninggalkan negeri mereka.Berkenaan dengan masalah terakhir ini, Organisasi Para Dosen Irak mengumumkan, bahwa sejak serangan militer AS ke Irak, 182 profesor dan dosen Universitas; dan 85 orang aktifis Perguruan Tinggi Irak, baik mahasiswa maupun dosen, diculik atau diteror. Sedangkan mereka yang selamat, lebih memilih untuk meninggalkan Irak. Pelarian intelektual ini juga merupakan salah satu dampak pahit agresi militer As ke Irak. Kemiskinan intelektual dan terancamnya struktur pendidikan tinggi Irak termasuk diantara akibat yang sangat mencolok agresi militer AS ke Irak dan penjajahan atas negara ini. Isham Kadhim Ar-Rawi, Ketua Asosiasi Dosen Irak, berkata, "Tekanan dan aksi-aksi teror terhaadap para cendekiawan Irak dilakukan secara terpadu oleh berbagai kelompok penentang di dalam dan di luar Irak. Aksi-aksi ini sudah seharusnya dinyatakan sebagai kejahatan perang." Selain kehancuran struktur kebudayaan Irak, pembagian negara ini juga merupakan tujuan penjajah. Memperluas aksi-aksi kekerasan dan bentrokan antar suku dan madzhab, termasuk dengan menggerakkan kelompok-kelompok akstrim dan penentang pemerintah Irak saat ini, merupakan strategi terpenting para penjajah dalam rangka mencapai tujuan-tujuan ilegal mereka. Di tahun 2006, setelah peledakan di makam suci dua Imam Ahlul Bait as di Samarra, dalam waktu dua minggu, 300.000 warga Irak terpaksa mengungsi, akibat berbagai kerusuhan yang berlaku di sebagaian kawasan Irak. Gelombang kritik terhadap pemerintahan Irak pun meningkat, dan para pejabat Irak dituduh lalai dan lemah dalam menangani keamanan dalam negeri. Padahal terlihat dengan jelas bahwa pelecehan terhadap makam suci di Samarra tak lain merupakan konspirasi yang sudah dipersiapkan dengan matang oleh AS dan para anteknya.
Yang berlaku di Irak, selama 4 tahun lalu, termasuk penciptaan perubahan infrastruktur di semua pilar sosial, politik dan ekonomi negara ini, sekehendak hati para pejabat gedung putih, merupakan bagian penting dari tujuan AS dalam menjajah Irak. Kini pertanyaan berikut ini masih menuntut jawaban, yaitu apakah peran PBB, sebagai lembaga internasional terpenting dan penjaga keamanan di dunia, menghadapi masalah Irak ini? tak diragukan bahwa PBB tidak pernah menunjukkan peran berarti berkenaan dengan masalah Irak. Saat ini pun, Komisariat Tinggi Bantuan untuk Pengungsi lembaga internasional ini, sudah merasa puas hanya dengan mengeluarkan peringatan.Pada kenyataannya semua orang sudah tahu bahwa kondisi Irak sangat parah dari segala seginya. Dan itu tak lain adalah akibat kesalahan-kesalahan politik Bush dan timnya yang gila perang. Bayang-bayang perang telah menaungi hampir seluruh bagian dari negara ini. jelas sekali bahwa menciptakan Irak yang baru dan membebaskan rakyat negara ini dari pengungsian, kemiskinan dan kesengsaraan, menuntut tekad yang mendunia; dan dalam hal ini PBB harus memainkan peran aktifnya, dengan syarat, Sekjen baru lembaga ini mau melaksanakan tugas-tugasnya yang sesungguhnya, tanpa terpengaruh oleh tekanan-tekanan AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar